Wahai Saudaraku………
Tamu utusan dari maut telah datang kepadaku, dan dia mengisyaratkan agar Aku segera berkemas kebaikan dan keburukanku selama dibumi ini. ”dan Aku bertanya; ”Apakah ini hari terakhirku untuk merasakan semua kepedihan di Bumi ini”.”Wahai manusia engkau tidak akan mati. Kehidupan yang sesungguhnya telah menanti Roh’mu. Kau akan tinggal abadi disana. Dan kau tidak akan merasakan rasa sakit, melainkan kebahagiaan yang belum kau rasakan di Bumi penuh dosa ini. Karena disana tempat yang penuh kedamaian dan kasih sayang. Ikutlah bersamaku untuk menembus 7 lapis langit agar kita bertepi disungai yang penuh madu dan susu. Apakah ini yang kau inginkan selama ini?. ”Akupun terdiam sejenak dan mulutkupun seakan terjahit benang sutra yang sangat kuat”.
Aku bertanya lagi; ”Apakah Aku pantas berada disana? Karena dibumi ini setiap hari aku memakan buah terlarang dan meminum minuman yang telah dilumuri dosa?”.”dan apakah aku pantas tinggal disana? Ketika dibumi ini semua saudara-saudaraku menangis kesakitan, karena jiwa mereka terbelenggu rantai yang penuh onak duri?”
”dan apakah aku akan tetap disana? Ketika setan-setan telah menguasai separuh dari hidupku dan separuh dari masalaluku?”.

Dia mengerutkan dahinya seakan-akan dia tidak percaya pada kata-kata yang aku ucapkan tadi.tapi dia langsung menjawab dengan penuh nada yang teramat sangat nyaring dan melengking. ”apakah kamu tidak ingat ketika hidupmu didunia. Kau memerdekakan saudara-saudaramu walaupun kau hampir binasa, tapi kau tetap tersenyum. Dan apakah kau ingat kau telah merubah air tawar menjadi air yang sangat manis ketika saudara-saudaramu merasakan dahaga dan rasa lapar menyelimutinya. Maka ikutlah bersamaku karena itu sudah cukup untuk membawamu kesana. Dan pakailah sayap-sayap kebaikanmu agar kau bisa menembus 7 langit. Dan kau bisa melihat betapa indahnya tempat barumu. Mari kita bergegas dan bawalah bekal-bekalmu yang telah kau kumpulkan selama kau hidup dibumi ini....
Akupun pergi meninggalkan tempat kelahiranku, tempatku membakar masa kecilku dulu. Dengan meninggalkan sepucuk surat untuk saudara-saudaraku.
Wahai saudaraku...
Janganlah kau tumpahklan air matamu diatas jasadku, karena seribu tetes air matamu takan berarti, karena aku takan pernah kembali. Dan janganlah kau taburkan bunga-bunga ditempat peristirahatan terakhirku. Karena makamku telah harum dengan wewangian yang kusimpan disudut dinding yang sempit. Dan janganlah kau lantunkan nyanyian kematian untukku. Karena lentingan suaramu memecah kesunyian dimakamku.
Wahai saudaraku...
Inilah senyum manisku dan tatapan tatapan terakhirku. Biarkanlah kan kukenang ditempat yang sesunyi ini. Dan biarkanlah kututup matakuagar jasadku tertidur dengan nyenyak.


Wahai saudaraku...
Lihatlah sekelilingmu setelah jasadku tiada, apakah ada kepakan angin yang membuat riuh pepohonan? Atau apakah ada percikan hujan yang membasahi hamparan rumput yang ada ditamanmu? Dengarkan dan rasakanlah betapa merdunya angin dan hujan ketika mereka berdendang melantunkan nyanyian kematian untukku...
Wahai saudaraku...
Tataplah aku ketika aku menghadapi malaikat pencabut nyawa. Apakah mereka tersenyum padaku ataukah mereka memperlihatkan raut wajah penuh kebencian terhadapku? Karena itu yang aku takutkan, siksa raga dan jiwaku telah hancur. Dan apakah nyawaku akan tenang jika semua tetesan air matamu membasahi jasadku? Maka janganlah kau tangisi jasad tak berguna ini. Karena jasadku akan melebur menjadi abu lalu hilang beterbangan tertiup angin.
Wahai saudaraku...
Peluklah aku sebelum aku pergi meninggalkanmu untuk selamanya...
Wahai saudaraku...
Aku pergi untuk menempati liang yang penuh dengan binatang yang menjijikan dan mereka akan memakan secuil demi secuil darah dan dagingku, hingga tubuhku tersisa tulang belulang yang akan melebur menjadi tanah.
Wahai saudaraku...
Akan kutunggu Roh’mu disana agar kita hidup abadi dan kita tidak akan terpisah lagi oleh tamu dari utusan maut.